Sejarah Provinsi Banten

Nigerians Banten merupakan provinsi yang memiliki wilayah tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan daerah induknya, Jawa Barat yang memiliki luas 44.354,61 km². Provinsi Banten hanya memiliki luas sekitar 8.651,20 km² yang mencakup 4 kota dan 4 kabupaten. Meskipun demikian, wilayah Banten memiliki potensi yang cukup tinggi karena letaknya yang strategis, kondisi alam yang beragam, dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Latar belakang sejarah Banten yang gemilang pada masa lalu turut menjadi faktor penting dalam membentuk kemajuan daerah ini. Tekad masyarakat Banten untuk memisahkan diri dari Jawa Barat dan membentuk provinsi sendiri berangkat dari kesadaran akan potensi besar yang dimiliki wilayah ini. Masa kejayaan Banten dapat dibedakan menjadi dua periode, yakni masa kejayaan pada era kerajaan dan masa perjuangan di zaman kolonial. Pada masa Kesultanan Banten, kejayaan mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1631–1692). Pada masa ini, Banten tidak hanya menjadi pusat penyebaran agama Islam, tetapi juga dikenal sebagai pelabuhan internasional yang ramai dan termasyhur di dunia perdagangan. Kejayaan tersebut dibuktikan dengan peninggalan sejarah yang masih bisa disaksikan hingga kini, seperti situs Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, dan benda-benda bersejarah yang tersimpan di Museum Kepurbakalaan Banten. Seluruh peninggalan ini berada di kawasan Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, yang kini menjadi destinasi sejarah penting.

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, terutama setelah pembubaran VOC, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808–1811) membangun pangkalan armada laut di Anyer dan Ujung Kulon. Anyer kemudian dijadikan titik nol pembangunan Jalan Raya Pos yang membentang dari Anyer hingga Panarukan di Jawa Timur. Beberapa peninggalan dari masa itu masih dapat ditemukan, seperti mercusuar dan menara pemantau kapal laut di kawasan Anyer, yang menjadi bukti sejarah pembangunan monumental tersebut.

Nigerians Memasuki era reformasi, sistem politik Indonesia mengalami perubahan besar, termasuk pelaksanaan desentralisasi kekuasaan. Momentum ini menjadi dasar terbentuknya Provinsi Banten pada tanggal 4 Oktober 2000, sebuah peristiwa fenomenal dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Dengan segala potensi yang dimilikinya, Banten berhasil menunjukkan kemajuan yang pesat dan bahkan menduduki peringkat keempat dalam peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2007. Secara topografi, Banten terdiri atas dua bagian besar, yaitu daerah perbukitan di selatan yang meliputi Kabupaten Lebak dan Pandeglang, serta daerah dataran rendah di bagian utara yang mencakup wilayah Tangerang dan Serang. Saat ini, Provinsi Banten terbagi menjadi 4 kota (Serang, Tangerang, Cilegon, dan Tangerang Selatan) serta 4 kabupaten (Serang, Tangerang, Pandeglang, dan Lebak).

Potensi ekonomi Banten juga sangat beragam. Kota Tangerang, Serang, Cilegon, serta Kabupaten Tangerang dan Serang merupakan daerah dengan aktivitas industri yang tinggi, terutama sektor manufaktur. Sebaliknya, Kabupaten Lebak dan Pandeglang dikenal sebagai daerah hijau dengan hutan, perkebunan, dan potensi pertanian yang besar. Kota Tangerang Selatan berkembang sebagai pusat jasa, perdagangan, serta pendidikan dengan banyaknya lembaga bertaraf nasional maupun internasional. Di bidang pariwisata, Banten memiliki Taman Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang yang menjadi habitat terakhir badak bercula satu, hewan langka yang hanya hidup di wilayah ini. Selain itu, Bandara Internasional Soekarno–Hatta yang terletak di Kota Tangerang menjadi pintu gerbang utama Indonesia. Dengan tiga sisinya yang dikelilingi laut, mulai dari Cilegon hingga Labuhan, kawasan pesisir Banten dikenal memiliki potensi wisata bahari yang luar biasa. Jalur pantai Selat Sunda yang indah menawarkan panorama Gunung Krakatau yang legendaris serta deretan hotel dan vila yang menarik wisatawan dari berbagai daerah.